- Pengawetan Suhu Tinggi dan Rendah
Jika pengawetan dengan suhu tinggi dimaksudkan untuk membunuh mikroba yang ada, pengawetan dengan suhu rendah (pembekuan) bertujuan hanya untuk menonaktifkan mikroba (yang sifatnya sementara) pada bahan pangan selama belum dikonsumsi sehingga mikroba tidak beraktivitas dan produk akan bertahan lebih lama. Di saat produk pangan sudah tidak beku, mikroba akan kembali aktif, oleh karena itu makanan yang disimpan dalam lemari pendingin akan lebih tahan lama dibanding dengan jika diletakkan pada suhu ruang karena sebagian besar mikroba yang ada pada bahan pangan akan bekerja optimal pada suhu ruang atau sedikit lebih tinggi.
- Perkembangan Mikroba
Umumnya perkembangan mikroba dalam suatu bahan pangan membentuk suatu pola seperti ini
Fase A merupakan fase inisial. Pada fase ini bakteri masih beradaptasi atau membiasakan diri dengan lingkungannya, pada fase ini pertumbuhan populasi bakteri belum terlihat karena bakteri belum mulai membelah diri.
Fase B bisa disebut sebagai fase pertumbuhan lambat. Pada fase ini bakteri sudah terbiasa dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan memulai pembelahan diri, pada fase ini pertumbuhan populasi bakteri mulai terlihat meskipun hanya sedikit.
Fase C merupakan fase logaritmik. Pada fase ini mikroba terus membelah diri dengan pesat hingga pada suatu poin tertentu. Pada fase ini bakteri mengalami metabolisme primer.
Fase D merupakan fase stasioner. Pada fase ini terlihat tidak ada petambahan populasi mikroba. Sebenarnya mikroba masih membelah diri, hanya saja mikroba juga mulai mati, karena jumlah mikroba yang bertambah sama dengan jumlah yang berkurang, saat diamati akan didapat hasil bahwa populasi mikroba tidak berubah (statis). Pada fase ini mikroba mengalami metabolisme sekunder.
Pada suatu waktu dan keadaan tertentu pertumbuhan mikroba di suatu bahan pangan akan mencapai fase E, jumlah mikroba mengalamim peluruhan dan terus berkurang hingga akhirnya seluruhnya mati dan habis.
- Fermentasi Alkohol Pada Pembuatan Wine
Proses pembuatan wine: anggur, ambil sarinya, masukkan ragi Saccharomyces cerevisiae, biarkan bertumbuh. Untuk membuat wine, diperlukan starter, bahan yang berisi mikroba yang akan digunakan untuk pencampuran bahan pangan. Untuk membuat starter harus dapat mengembangkan mikroba terlebih dahulu. Misalnya, dari 1 cc mikroba campurkan ke dalam 10 cc pelarut, setelah mencapai masa logaritmik masukkan ke dalam 100 cc pelarut, biarkan mengalami metabolisme primer dengan memanfaatkan bahan dan energi dari bahan pangan itu untuk pertumbuhan mikroba. Setelah itu biarkan mikroba menghasilkan metabolit sekunder.
Setelah wine terproduksi alkohol melalui metabolisme sekunder, mikroba secara otomatis akan mati oleh alkohol pada kadar 8-12%. Untuk mendapatkan kadar alkohol lebih dari 12%, lakukan fortifikasi. Bagi wine yang telah mencapai kadar alkohol 12% menjadi dua bagian, lakukan destilasi pada salah satu bagian tersebut, lalu akan didapat alkohol murni, campurkan kembali pada bagian alkohol dengan kadar 12% yang tidak dilakukan destilasi, kadar alkohol akan naik menjadi 21,4%, jika fortifikasi tersebut dilakukan lagi didapat wine dengan kadar alkohol 35,3% dan seterusnya hingga didapat kadar yang diinginkan.
Nah setelah sudah didapat kadar alkohol yang diinginkan dalam wine, lakukan aging, aging merupakan proses sentrifikasi untuk mengendapkan residu mikroba yang sudah mati tadi. Biasa menggunakan kayu sebagai medianya.