Dalam sebuah persaingan yang ketat, inovasi menjadi sebuah kunci vital yang memainkan peran penting dalam eksistensi perusahaan. Pemanfaatan semua sumber daya yang ada menjadi penting dalam inovasi ini, termasuk pemanfaatan teknologi yang sudah semakin maju ini. Nanoteknologi berpotensi menjadi sebuah bantuan untuk mengembangkan produk pangan yang lebih berkualitas dengan pengembangan sifat fungsionalnya.
Teknologi nano (nanotechnology) merupakan salah satu teknologi yang memanfaatkan atau merekayasa suatu objek atau material dalam skala nanometer. Nano-material merupakan material dengan ukuran dalam skala nanometer, namun ukuran ini bisa bervariasi dan masih banyak diperdebatkan seperti 1 - 100 nm, 1 - 200 nm, 1-500 nm, bahkan hingga 1 - 1000 nm, namun menurut SNI sendiri, nanomaterial berada pada skala 1 hingga 100 nm. 1 nanometer sama dengan 1 per 1 milyar meter, ukuran ini dapat dibayangkan sekitar 50 ribu hingga 60 ribu lebih kecil dari diameter rata-rata rambut manusia. Bentuk dari material ini bisa bermacam-macam.
Nanomaterial ini dapat dibuat dengan 2 jalur, yang biasa dikenal dengan istilah bottom up dan top down. Manufaktur top down melibatkan pemecahan material yang lebih besar menjadi material nano secara fisik atau kimiawi. Salah satu bentuknya adalah pengecilan ukuran dengan penggilingan mekanis hingga sangat halus atau homogenisasi seperti pada pemecahan globula-globula lemak pada dairy product membentuk emulsi dengan droplet pada skala nano. Manufaktur bottom up merupakan metode alternatif produksi nanomaterial dengan cara memperbesar partikel hingga berukuran nano sehingga memiliki sifat yang diinginkan. Lalu, kenapa kita perlu menjadikan suatu objek menjadi berukuran nano? Karena dalam ukuran nano, suatu material bisa mempunyai perilaku atau sifat yang berbeda dan fungsionalitasnya juga berbeda dengan ukurannya yang lebih besar.
Aplikasi teknologi pada masa kini cukup beragam, seperti nano-emulsi, nano-enkapsulasi, nutrasetikal, nano-packaging, dan lain-lain. Emulsi dengan droplet nano memiliki sifat yang lebih halus dibandingkan dengan emulsi biasa, pada produk susu, penerapan nano-emulsi menjadikan tekstur susu lebih lembut dan creamy. Di samping itu, nano-emulsi juga cenderung lebih stabil sehingga dapat memperpanjang daya simpannya. Pada nutrasetikal, teknologi nani memungkinkan peningkatan kelarutan suatu zat yang dapat meningkatkan penyerapan dalam tubuh. Nano-enkapsulasi memungkinkan suatu senyawa menjadi lebih resisten dalam keadaan-keadaan ekstrim. Pengemasan menggunakan teknologi nano juga menjadi perhatian karena memungkinkan pengemasan dan penyimpanan dalam waktu yang lebih lama dan lebih baik. Penerapannya misalnya penggunaan perak dalam skala nano sebagai antimikroba. Selain itu nanomaterial yang diimplementasikan pada material pengemasan dapat meminimalkan pertukaran udara dari luar sehingga kondisi makanan lebih terjaga.
Namun, di samping banyak kelebihan nanoteknologi, karena masih hangatnya nanoteknologi (terutama di Indonesia), masih banyak hal-hal yang belum dipelajari atau terungkapkan. Hal-hal tersebut misalnya interaksi material-material nano dengan material lain, transmigrasi atau perpindahannya, efek lingkungan, dan juga efek kesehatannya. Juga, banyak masyarakat yang masih belum percaya pada nanoteknologi sebagai sesuatu yang aman, terutama jika nano-material yang digunakan harus masuk ke dalam tubuh (bayangkan memakan perak, namun dalam skala nano).
Oleh karena itu, secara umum, di negara lain terdapat 2 jenis regulasi yang mengatur teknologi nano. Pertama, regulasi horizontal, regulasi ini merupakan regulasi yang mengatur keberadaan atau manufaktur nanomaterial dalam wilayah regulasinya. Kedua, regulasi vertikal, regulasi ini merupakan regulasi yang mengatur penggunaan nanomaterial dan penerapan nanoteknologi di dalam wilayah regulasinya. Di Indonesia sendiri masih belum begitu banyak regulasi berkaitan dengan teknologi nano yang dapat ditemui, terutama karena aplikasi teknologi ini yang masih jarang digunakan. Selain itu, kurangnya pengetahuan dan sulitnya pemantauan terhadap material dalam skala nano juga turut andil dalam lambatnya perkembangan teknologi nano di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar