Selasa, 31 Juli 2018

Nastahhh

Nastahhh merupakan salah satu brand nastar yang diproduksi oleh IRT-P Narvasudi Jaya Utama.
Penasaran cara pembuatannya? Yuk intip video di bawah ini!

Senin, 23 Juli 2018

Pedoman Pemberian SPP-IRT (Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga)

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga.

SPP-IRT diberikan oleh Bupati/Walikota setelah IRTP (Industri Rumah Tangga Pangan) memenuhi persyaratan, yaitu Sertifikat Penyuluhan Keamanan Pangan dan Hasil Rekomendasi Pemeriksaan Sarana Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. SPP-IRT berlaku selama 5 tahun namun dapat diperpanjang. Menurut peraturan ini, produk pangan hasil produksi IRTP yang SPP-IRT telah berakhir masa berlakunya dilarang untuk diedarkan.

Salah satu syarat untuk kepengurusan SPP-IRT adalah telah mengikuti dan lulus dalam Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) yang dibuktikan dengan sertifikat PKP. Sertifikat ini diberikan kepada pemilik/penanggungjawab yang telah lulus mengikuti Penyuluhan Keamanan Pangan dengan hasil evaluasi minimal nilai cukup (60). Untuk menyelenggarakan Penyuluhan Keamanan Pangan, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Tenaga Penyuluh Keamanan Pangan merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki Sertifikat kompetensi di bidang penyuluhan keamanan pangan dari Badan POM dan ditugaskan oleh Bupati / Walikota dalam hal ini dilimpahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.

Terdapat beberapa materi Penyuluhan Keamanan Pangan yang dapat disampaikan dalam bentuk ceramah, diskusi, demonstrasi/peragaan simulasi, pemutaran video dan cara-cara lain yang mendukung pemahaman keamanan pangan. Materi ini utamanya terdiri dari: 

  • Peraturan perundang-undangan di bidang pangan
  • Keamanan dan Mutu pangan
  • Teknologi Proses Pengolahan Pangan
  • Prosedur Operasi Sanitasi yang Standar (Standard Santitation Operating Procedure/SSOP)
  • Cara Produksi Pangan Yang Baik untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT)
  • Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP)
  • Persyaratan Label dan Iklan Pangan

Nomor P-IRT diberikan untuk 1 (satu) jenis pangan IRT. Setiap perubahan, baik penambahan maupun pengurangan provinsi, kabupaten/kota, pemberian nomor disesuaikan dengan kode baru untuk Provinsi, Kabupaten, dan Kota yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang dalam penerbitan kode propinsi, kabupaten dan kota. Nomor P- IRT minimal terdiri dari 15 (lima belas) digit.

  1. digit ke-1 menunjukkan kode jenis kemasan
  2. digit ke-2 dan 3 menunjukkan nomor urut/kode jenis pangan IRTP sesuai Sub Lampiran 7
  3. digit ke- 4,5,6 dan 7 menunjukkan kode propinsi dan kabupaten/kota sesuai Sub Lampiran 8
  4. digit ke 8 dan 9 menunjukkan nomor urut pangan IRTP yang telah memperoleh SPP-IRT
  5. digit ke- 10,11,12 dan 13 menunjukkan nomor urut IRTP di kabupaten/kota yang bersangkutan.
  6. digit ke 14 dan 15 menunjukkan tahun berakhir masa berlaku
Nomor P-IRT berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang sesuai ketentuan yang berlaku. Pengajuan perpanjangan SPP-IRT dapat dilakukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku SPP-IRT berakhir. Perubahan pemilik/penanggungjawab IRTP harus dilaporkan pada Bupati/Walikota dalam hal ini dilimpahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

SPP-IRT dapat dicabut apabila terjadi salah satu dari hal-hal berikut: 
  • Pemilik dan atau penanggung jawab perusahaan melakukan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku
  • Pangan terbukti sebagai penyebab Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan
  • Pangan mengandung Bahan Berbahaya
  • Sarana terbukti tidak sesuai dengan kriteria IRTP


Pengurusan SPP-IRT (Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga)


Pada post kali ini saya akan sedikit membagi pengalaman mengenai pengurusan SPP-IRT IRTP (Industri Rumah Tangga Pangan) Narvasudi Jaya Utama terhadap produk nastar "Nastahhh" yang saya lakukan. Pertama-pertama perlu dilakukan diperlukan pencarian informasi mengenai pengajuan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Sebagai informasi, kepengurusan SPP-IRT, baik langkah-langkah, persyaratan, maupun segala bea nya bisa berbeda di masing-masing daerah. Ada yang kepengurusannya di tingkat Kota/Kabupaten, ada juga yang sampai tingkat kecamatan. Namun pada post ini akan sedikit dijelaskan kepengurusan SPP-IRT di Kabupaten Tangerang.

Lalu pada kali ini, pangan yang didaftarkan adalah nastar, yang termasuk dalam jenis kue kering. Perlu diingat bahwa, tidak semua jenis pangan diizinkan untuk mendapatkan izin edarnya dalam skala industri rumah tangga. Daftar pangan yang diizinkan dapat dilihat pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.04.12.2205 tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Produk yang tidak dapat diajukan untuk izin P-IRT adalah susu dan hasil olahannya, daging, ikan, unggas, dan lainnya yang membutuhkan proses penyimpanan beku, serta makanan kaleng, makanan bayi, dan minuman beralkohol.

Salah satu syarat untuk kepengurusan SPP-IRT adalah telah mengikuti dan lulus dalam Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) yang dibuktikan dengan sertifikat PKP. PKP tidak harus diikuti di daerah kepengurusan SPP-IRT, bisa dilakukan di daerah lain, dan tidak dipungut biaya apapun. Saya sendiri mengikuti PKP ini di Kabupaten Tangerang. Untuk mengikuti PKP ini, mendaftarkan diri di Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang dengan melampirkan fotocopy KTP dan pasfoto 4x6 masing-masing 2 lembar.

Setelah formulasi nastar didapatkan, dilakukan pengujian produk untuk analisis cemaran mikroba yang meliputi ALT (Angka Lempeng Total) dan AKK (Angka Kapang-Khamir) di Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Tangerang Selatan yang berlokasi di Jl. Tekno Widya Blok HI No.1, Ciater, Setu, Kota Tangerang Selatan, Banten 15314. Penyerahan sampel untuk diuji dilakukan pada tanggal 20 April 2018 dan sampel diuji sudah dapat diambil 3 hari kemudian, tepatnya pada tanggal 23 April 2018. Hasil laboratorium menunjukkan nilai 0 Colony Forming Unit (CFU) untuk kedua parameter yang berarti telah memenuhi standar keamanan pangan.

Selain itu, juga dibutuhkan SKU (Surat Keterangan Usaha). SKU ini diajukan di kelurahan Kelapa Dua dan tidak dipungut biaya apapun. Terdapat berkas-berkas yang perlu dilampirkan pada saat pengajuan SKU, yaitu fotocopy KTP dan surat pengantar RT/RW. SKU dapat diproses pada hari yang sama dengan pengajuannya.

Kemudian, formulir permohonan Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT) diambil di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Tangerang. Di dalamnya memuat nama jenis pangan, nama dagang, jenis kemasan, berat/isi bersih, komposisi, proses produksi, kedaluwarsa, kode produksi, <nama, alamat, kode pos, dan nomor telepon IRTP>, nama penanggung jawab, dan tanda tangannya. Oleh karena itu, perlu ditetapkan berat bersih produk, komposisi, kode prooduksi, dan kadaluwarsa.

Terdapat beberapa berkas yang juga dilampirkan bersamaan dengan pengajuan, yaitu:

  • Fotokopi KTP pemohon
  • Surat yang menyatakan status bangunan dalam bentuk Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) 
  • Data Perusahaan 
  • Data produk makanan
  • Peta lokasi
  • Denah Bangunan
  • Surat pernyataan akan melakukan kegiatan produksi di tempat yang didaftarkan (meterai 6000)
  • Surat pernyataan akan menaati UU no. 18 tahun 2012 tentang Pangan dan uu no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (meterai 6000).
  • Pas foto 4x6 2 lembar
  • Surat Pernyataan akan  memuat label yang memenuhi syarat sesuai PP No. 69 tahun 2009 (form terlampir, dengan meterai 6000)
  • Rancangan label pangan
  • Fotokopi sertifikat PKP
  • Sertifikat hasil uji laboratorium produk Pangan
  • Alur produksi
  • Rincian alat produksi
  • Fotokopi SKU

Ketika semua berkas telah disiapkan dan formulir sudah diisi, dapat dikumpulkan kembali ke DPMPTSP. Lalu, akan diberikan nota tanda terima dan menunggu jadwal inspeksi ke lokasi produksi yang akan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang. Inspeksi dilakukan pada tanngal 6 Juli 2018. Jadwal inspeksi ini diberitahu oleh pihak DPMPTSP 3 hari sebelumnya. Sesudah inspeksi dilaksanakan, akan diberikan Berita Acara Pelaksanaan Lapangan (BAPL, dikeluarkan oleh DPMPTSP) yang menyatakan bahwa tim teknis telah melakukan pemeriksaan lapangan terhadap IRTP beserta dengan temuan, saran, dan rekomendasi yang diperlukan. Namun, tidak ada temuan yang ditemukan sehingga tidak perlu ada inspeksi ulang. Setelah inspeksi selesai dilaksanakan, tinggal menunggu keputusan penerimaan pengajuan SPP-IRT.
Setelah menunggu, akhirnya SPP-IRT diterbitkan pada 18 Juli 2018.

Senin, 16 Juli 2018

Higiene Sanitasi Jasaboga

Higiene Sanitasi Jasaboga di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Untuk memperoleh izin usaha jasaboga, kita harus memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasaboga yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap makanan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi.

Menurut peraturan ini, usaha jasaboga dibagi menjadi 3 golongan besar, yaitu golongan A, B, dan C. Jasaboga golongan A merupakan jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat umum. Jasaboga golongan A dibagi lagi menjadi 3 sub-golongan yaitu A1, A2, dan A3. Golongan A1 mengolah makanan menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola oleh keluarga. Golongan A2 mengolah makanan menggunakan dapur rumah tangga namun memperkerjakan tenaga kerja dari luar. Golongan A3 mengolah makanan menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja dari luar. Jasaboga golongan B merupakan jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat dalam kondisi tertentu, seperti asrama, industri, angkutan umum dalam negeri selain pesawat udara, dan fasilitas pelayanan kesehatan. Jasaboga golongan C merupakan jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat di dalam alat angkut umum internasional dan pesawat udara. Jasaboga golongan B dan C mengolah makanan menggunakan dapur khusus dan memperkerjakan tenaga kerja dari luar.

Jika jasaboga akan menyajikan makanan di wilayah tertentu seperti pelabuhan, bandara, dan pos pemeriksaan lintas batas, harus memperoleh rekomendasi dari Kepala KKP. KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) adalah unit pelaksana teknis Kementerian Kesehatan di wilayah pelabuhan, bandara dan pos lintas batas darat. Rekomendasi tersebut dapat diajukan permohonannya kepada Kepala KKP dengan melampirkan fotokopi izin usaha jasaboga dan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasaboga.

Pengelolaan makanan oleh jasaboga harus memenuhi higiene sanitasi dan dilakukan sesuai cara pengolahan makanan yang baik. Ada sekumpulan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang tercantum dalam permenkes ini. Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasaboga dikeluarkan setelah jasaboga melalui pemeriksaan oleh tim pemeriksa yang dibentuk oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP dan dinyatakan telah memenuhi persyaratan oleh Tim Pemeriksa. Sertifikat ini berlaku selama 3 (tahun) dan harus diperpanjang setelahnya jika usaha jasaboga masih berjalan. Namun, sertifikat ini dapat dinyatakan tidak berlaku atau menjadi batal apabila terjadi pergantian pemilik, terjadi perubahan lokasi/alamat usaha, tidak melakukan kegiatan selama 1(satu) tahun berturut-turut, tidak laik higiene sanitasi, atau telah menyebabkan terjadinya Kejadian Luar Biasa keracunan makanan.

Setiap orang yang bekerja pada jasa boga, dan bersentuhan langsung dengan makanan harus memahami prinsip higiene sanitasi makanan dibuktikan dengan memiliki sertifikat kursus higiene sanitasi makanan, berbadan sehat, dan tidak menderita penyakit menular. Pekerja yang bersentuhan langsung dengan makanan harus melakukan pemeriksaan kesehatannya secara berkala minimal 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun bekerja. Kursus higiene sanitasi makanan dapat diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota atau lembaga/institusi lain yang telah terdaftar. Sertifikat ini berlaku secara nasional untuk waktu yang tidak terbatas.

Setiap pemilik atau penanggung jawab jasaboga yang menerima laporan atau mengetahui adanya kejadian keracunan makanan atau kematian yang diduga berasal dari makanan yang diproduksinya wajib melaporkan kepada puskesmas, dinas kesehatan kabupaten/kota atau KKP setempat. Pemerintah dapat mengambil langkah-langkah penanggulangan dengan kegiatan investigasi dan surveilans, serta pengambilan sampel dan spesimen jasaboga yang diperlukan

Pelanggaran yang dilakukan jasaboga terhadap sanitasi higiene makanan, dapat dikenakan tindakan administratif oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP. Tindakan administratif dapat berupa teguran lisan; b. teguran tertulis; atau c. pencabutan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasaboga, hingga rekomendasi pencabutan izin usaha.

Minggu, 15 Juli 2018

Manajemen Pengolahan Makanan Jasa Boga

Jasa Boga merupakan usaha pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha. Jasa boga hadir untuk memenuhi penyelenggaraan makanan. Ciri dari konsumen yg perlu pelayanan atau penyelenggaraan makanan. Artinya mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan makanan mereka sendiri, bisa karena jauh dari lingkungan, tidak bisa memasak; tidak dapat meninggalkan tempat kerja; atau alasan lain.

Penyelenggaraan makanan dapat bersifat komersial ataupun tidak. Untuk yang tidak bersifat komersial biasanya lebih diutamakan atas dasar kepedulian seperti dapur umum. Kelemahannya adalah kualitas bahan makanan kurang baik, cita rasa kurang diperhatikan, makanan tidak bervariasi, dan terkadang porsi kurang sesuai. Sumber kelemahan dapat berasal dari perencanaan kurang baik, tenaga pelaksana yang tidak profesional, pengawasan lemah, rendahnya dedikasi petugas. Sedangkan penyelenggaraan makanan yang bersifat komersial berorientasi pada laba, kualitas dan cita rasa diperhatikan, serta mempunyai harga yang lebih mahal.

Pengelolaan makanan pada jasa boga harus dapat menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan mulai dari pemilihan bahan makanan sampai dengan penyajian makanan. Pada dasarnya, pengolahan makanan harus menghasilkan makanan dengan kualitas yang baik dan harus aman untuk dikonsumsi.

Pemilihan bahan makanan harus dilakukan dengan benar dan tidak boleh sembarangan, karena bahan mentah merupakan salah satu sumber cemaran yang sangat potensial. Sumber bahan makanan sebaiknya berasal dari sumber yang jelas, dan lebih baik lagi jika resmi (ada ijin atau keterangan tertulis). Pemilihan bahan makanan sebaiknya dilakukan oleh orang yang sudah memahami cara pemilihan bahan terkait.

Pengangkutan bahan makanan tidak boleh bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) serta menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higienis. Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki. Bahan makanan seperti daging, susu cair dan sebagainya yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan dingin, diangkut dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan makanan tidak rusak.

Cara penyimpanan bahan harus menjaga bahan agar terhindar dari kemungkinan kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya. Penyimpanan ini dapat memperhatikan prinsip FIFO (first in first out) dan FEFO (first expired first out) yaitu bahan makanan yang yang mendekati masa kadaluarsa, digunakan lebih dahulu. Tempat dan keadaan penyimpanan juga sebaiknya diperhatikan, misalnya untuk bahan-bahan tertentu harus disimpan dalam tempat yang kering, atau perlu disimpan dalam lemari pendingin. Bahan makanan yang disimpan juga sebaiknya tidak menempel langsung pada lantai, dinding atau langit-langit. Sebaiknya diberi jarak sekitar 15 cm dari lantai, 5 cm dari dinding, dan 60 cm dari langit-langit.

Pengolahan bahan mentah menjadi makanan jadi perlu memerhatikan kaidah pengolahan makanan yang baik. Tempat pengolahan makanan (dapur) harus terjaga kebersihannya dan didesain untuk meminimalkan masuknya lalat, kecoa, tikus, dan hewan lainnya. Penyusunan menu memerhatikan keinginan konsumen/pasar, ketersediaan bahan, variasi menu, proses dan lama waktu pengolahannya, dan keahlian pengolahan makanan. Orang-orang yang menangani bahan secara langsung sebaiknya memahami prinsip higiene sanitasi, dan memahami cara pengolahan bahan tersebut. Peralatan yang digunakan dalam pengolahan juga harus food grade (aman digunakan untuk bersentuhan langsung dengan makanan), tidak mudah terkelupas, mudah dibersihkan, dan bebas dari kontaminan. Pengaturan suhu dan waktu pengolahan perlu diperhatikan karena setiap bahan makanan mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan setidaknya harus dapat mematikan patogen namun tidak menghilangkan kandungan zat gizi. Mencicipi makanan dapat dilakukan dengan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci.

Wadah yang digunakan untuk penyimpanan makanan harus mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna namun dapat mengeluarkan udara panas dari makanan untuk mencegah terjadinya pengembunan (kondensasi) dan suasana lembab. Penyimpanan juga sebaiiknya terpisah untuk setiap jenis makanan, makanan jadi/masak serta makanan basah dan kering. Penyimpanan makanan jadi juga sebaiknya menganut prinsip FIFO dan FEFO.

Pengangkutan makanan jadi ke tangan konsumen juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi kontaminasi. Pengangkutan makanan tidak boleh bercampur dengan B3. Sebaiknya pengangkutan menggunakan kendaraan khusus untuk makanan jadi/masak dan harus selalu terjaga higienitasnya. Jika terdapat perbedaan jenis makanan yang diangkut, diletakkan dalam wadah masing-masing dan bertutup. Wadah harus utuh, kuat, tidak karat, dan ukurannya memadai dengan jumlah makanan yang akan ditempatkan. Isi makanan dalam pengangkutan tidak boleh terlalu penuh atau berdempet untuk menghindari kondensasi. Pengangkutan untuk waktu yang lama, perlu memerhatikan suhu pengangkutan.

Jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan ke tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama pengangkutan perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi kondisi penyajian. Selain itu, hambatan di luar dugaan dapat sangat memmengaruhi keterlambatan penyajian. Setelah sampai di tempat tujuan, sebaiknya dilakukan pengujian kembali makanan secara organoleptik. Proses pengakutan yang baik seharusnya tidak merubah karakteristik organoleptik dari produk yang kita jual, namun terkadang dapat terjadi hal yang tidak terduga sehingga dapat merusak cita rasa dari makanan dan merusak nama baik.

Di samping itu, terdapat beberapa hal lain yang perlu diperhatikan dalam hal penyajian. Makanan berair seperti sop dan makanan berkuah sebaiknya baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk mencegah makanan cepat rusak dan basi. Setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak boleh kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir. Perlu dilakukan sampling makanan untuk disimpan yang berguna sebagai alat bantu konfirmasi apabila terjadi gangguan atau komplan dari konsumen. Penempatan sampel untuk setiap jenis makanan dapat dilakukan dengan menggunakan kantong plastik steril dalam suhu 100 derajat Celcius selama 1 x 24 jam.

Senin, 09 Juli 2018

Jenis-jenis Pajak

Pajak merupakan iuran wajib yang dibayarkan masyarakat ke kas negara tanpa kontraprestasi yang langsung dapat ditunjukkan, namun digunakan untuk membayar pengeluaran umum berupa pembangunan negara berdasarkan undang-undang yang berlaku. Pendapatan negara dari pajak bisa bergantung pada seberapa sadar dan patuh masyarakatnya terhadap pembayaran pajak yang dipengaruhi beberapa faktor seperti kesadaran intelektual dan pemahaman terhadap pajak, kesadaran moral, kemampuan ekonomi, kejelasan sistem pajak, dan ketegasan sanksi pelanggaran wajib pajak. Pajak dapat dikategorikan berdasarkan beberapa jenis.

Menurut golongannya, pajak dibedakan menjadi pajak langsung dan tidak langsung.
1. Pajak langsung merupakan pajak yang tidak dapat dibebankan kepada orang lain, harus dipikul sendiri. Contoh dari pajak langsung adalah PPH atau pajak penghasilan pribadi. 
2. Pajak tidak langsung merupakan pajak yang dapat dibebankan kepada orang lain, tidak harus dipikul sendiri. Contohnya adalah pajak restoran dan pajak kendaraan.

Menurut sifatnya, pajak dibedakan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif.
1. Pajak subjektif merupakan pajak yang nilainya bergantung pada subjeknya, dalam hal ini adalah seorang wajib pajak. Contohnya adalah PPH yang nilainya bergantung pada penghasilan orang tersebut. 
2. Pajak objektif merupakan pajak yang nilainya bergantung pada objek yang dikenakan pajak. Misalnya adalah pajak restoran, PPN (pajak penambahan nilai), nilainya bergantung dari konsumsi barang atau jasa yang dijual.

Berdasarkan pemungutannya, pajak dibedakan menjadi pajak pusat dan pajak daerah. 
1. Pajak pusat merupakan pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah pusat. Contoh dari pajak pusat adalah PPH, PPN, PPnB (Pajak penjualan atas Barang Mewah yang merupakan pajak atas konsumsi barang tertentu yang tergolong mewah), Bea Materai (pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen seperti surat perjanjian, akta notaris, kwitansi pembayaran, surat berharga dan efek yang memuat jumlah uang diatas jumlah atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan), dan PPB (Pajak bumi dan bangunan yang merupakan pajak atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan bangunan).
2. Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah daerah, dibagi lagi menjadi pajak provinsi dan pajak kabupaten atau kota. Pajak provinsi misalnya pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor. Pajak kabupaten atau kota misalnya pajak hotel, pajak restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan, mineral bukan logam dan bantuan, air tanah dan parkir.

Sabtu, 07 Juli 2018

Inovasi Produk dan Proses (Belajar dari Orang Lain)

Perusahaan pangan, mencangkup makanan dan minuman merupakan bisnis yang besar secara global. Telah banyak perusahaan besar multinasional yang secara konsisten mencari cara untuk terus meningkatkan efisiensi produksi, keamanan, dan karakteristik makanan. Riset-riset dan pengembangan dilakukan secara ekstensif untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dan market share. Dengan persaingan yang ketat ini, inovasi menjadi sebuah kunci yang vital dan memainkan peran penting dalam eksistensi perusahaan. Pada post kali ini, akan membahas mengenai pembelajaran mengenai inovasi produk maupun proses dari 3 perusahaan, Pennine Foods, H. P. Bulmer, dan Johma Nederland B.V.

Pennine Foods merupakan bagian dari perusahaan Northern Foods group yang memproduksi makanan siap saji yang dijual sebagian besar di Mark & Spencer sebagai  langganan terbesar. Makanan utama yang dijual adalah kelompok pasta dengan omzet 85%. Marks & Spencer (M&S), sebagai retailer, menyediakan tempat dan departemen penjualan. Sebagai pemasok utama dan langganan terbesar, Pennine Foods dan M&S mempunyai hubungan yang sangat baik. Pembentukan dan pengembangan gagasan, serta inovasi terjadi karena adanya proses interaktif antara pekerja Marks & Spencer dan tim pengembangan produk pada Pennine. Jadi untuk pengadaan inovasi untuk menghadapi pasar yang begitu dinamis, masalah tidak diselesaikan sendiri karena masalah pasar yang mereka hadapi menjadi masalah bersama. Dari sini kita dapat belajar bahwa selalu dibutuhkan kesigapan dan terkadang perlu adanya kolaborasi untuk terus menjaga eksistensi perusahaan.

H. P. Bulmer merupakan perusahaan besar yang memproduksi berbagai merek dan label pribadi sari apel, serta merupakan produsen sari terbesar di Inggris dengan memegang hampir separuh pasar pada masanya itu. Ketika itu, H P Bulmer adalah satu-satunya produsen sari buah yang memiliki fasilitas R&D dan produk-produk baru yang dihasilkannya menimbulkan kemajuan teknis. Bahkan, telah memenangkan penghargaan Departemen Perdagangan dan Industri Inggris untuk keberhasilannya dalam inovasi produk cider. Cider merupakan salah satu minuman tradisional Inggris, dibuat dengan memfermentasi jus apel. Cider adalah minuman tradisional di Inggris dengan permintaan yang tidak besar sebelum tahun 1970. Pada tahun-tahun setelah 1970 pasar bergerak naik, terutama pada 1983 naik sangat tajam hingga pertumbuhan 90% pada komoditas minuman beralkokhol menjatuhkan konsumsi bir. Hal ini sebagian besar dikarenakan kegiatan pemasaran dari H P Bulmer 'memodernisasi' daya tarik segmen konsumen baru. Dari sini kita bisa belajar bahwa pentingnya perhatian akan riset dan pengembangan produk juga dapat membantu inovasi untuk meningkatkan eksistensi perusahaan. Hal ini diperagakan oleh H P Bulmer dengan membuka fasilitas R&D yang pada masa itu tidak dilakukan oleh produsen sari buah yang lain.

Johma Nederland B.V. adalah sebuah perusahan independen di bagian timur Belanda yang didirikan oleh Johan dan Gerrie Schreur pada 1968. Produk utama Johma adalah salad yang dijual ke tukang daging dan katering lokal. Pada masa itu, salad masih dikategorikan sebagai produk baru. Johma merupakan pemimpin pasar dan secara kontinyu menghasilkan modifikasi dan variasi makanan ringan salad ke pasar. Inovasi produk salad Johma mengandalkan hasil riset pasar yang dilakukannya, secara khusus terhadap konsumen dan kompetitor. Perusahaan Johma secara reguler melakukan observasi konsumen serta kebutuhan dan keinginannya. Inovasi produk adalah elemen penting dari strategi Johma terlihat dari sekitar 15-20% penjualan tahunan berasal dari produk baru. Strategi lain adalah memperkenalkan konsep produk baru yang menciptakan pasar baru. Dari sini kita dapat belajar bahwa dalam perusahaan pangan, inovasi yang berdasarkan pada pasar yang dituju merupakan hal yang penting. Johma adalah perusahaan yang berfokus pada pasarnya (Market-oriented). Eksistensi perusahaan dapat dipertahankan dengan selalu menjaga konsumen yang merupakan kunci utama dari eksistensi perusahaan itu sendiri.

Perkembangan Hukum Perseroan Terbatas (PT) di Indonesia

Perseroan Terbatas (PT) merupakan salah satu perusahaan umum yang sangat mudah dijumpai di Indonesia. Hingga kini, ketentuan-ketentuan mengenai perseroan terbatas di Indonesia diatur dalam UU no. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksananya.

Hal yang mendasari hukum tentang perseroan terbatas telah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Jika masih ingat mata pelajaran sejarah, mungkin tidak asing dengan sebuah perserikatan dagang yang bernama VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Selama masa panjajahan itu pula, Belanda menerapkan sebuah acuan atau aturan dagang yang dikenal dengan sebutan KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) di Indonesia dengan dasar asas konkordansi. Lalu apa itu asas konkordansi? Asas konkordansi merupakan asas yang melandasi berlakunya hukum Eropa untuk diberlakukan juga kepada golongan Eropa di Indonesia. Awalnya, KUHD hanya berlaku untuk golongan Eropa saja, sementara bagi penduduk timur asing (Cina, Arab dan India) berlaku hukum adat masing-masing. Namun, lama kelamaan disadari bahwa hukum adat ini dirasa sangat sulit diterapkan karena keberagaman yang sangat luas menciptakan ketidak jelasan aturan, sehingga dirancang sebuah sistem penundukkan diri. Sistem ini dimaksudkan agar satu golongan akan tunduk pada hukum dari golongan lain agar lebih tercipta keseragaman aturan dagang. Dari sini, akhirnya muncul kebebasan untuk mendirikan perseroan terbatas yang disebut Naamloze Vennotschap (NV) yang secara harafiah berarti persekutuan tanpa nama. NV ini menjadi pelopor lahirnya perseroan terbatas (PT) di Indonesia.

Peraturan mengenai PT pertama kali diatur dalam KUHD pasal 36 - 56, berlaku di Indonesia sejak tahun 1848. Selain KUHD, KUHPerdata pasal 1233 - 1356 dan 1618 - 1652 juga mengatur tentang PT. Pada masa orde baru, terbitlah UU no.1 tahun 1995 yang mengatur tentang Perseroan Terbatas, yang kemudian menjadi hukum yang bersifat khusus melengkapi KUHD dan KUHPerdata. Adanya UU ini menjadikan KUHD tidak lagi berlaku pada dasar hukum PT. Namun, bagi PT yang telah berdiri sebelum berlakunya UU No. 1 tahun 1995, tetap dapat berjalan selama tidak bertentangan dengan anggaran dasarnya serta harus menyesuaikan diri dengan UU yang baru berlaku ini dalam jangka waktu 2 tahun terhitung dari tanggal 7 Maret 1996 (tanggal resmi diberlakukannya UU No. 1 Tahun 1995, 1 tahun setelah diundangkan).

Pada era reformasi, UU mengenai PT kembali diperbaharui. Pada masa itu, disahkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau dikenal dengan sebutan UUPT yang menjadi dasar acuan mengenai PT hingga kini. Adanya UUPT ini mencabut UU No. 1 Tahun 1995. Beberapa perubahan yang terdapat pada UUPT antara lain:
a. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang merupakan penerapan dari Corporate Social Responsibility (CSR),
b. Perubahan modal perseroan,
c. Penegasan tentang tanggung jawab pengurus perseroan, dan,
d. Pendaftaran perseroan yang memanfaatkan teknologi informasi (IT) sehingga pendaftaran PT dapat dilakukan secara online.
Hingga kini, 

Teknologi Nano

Dalam sebuah persaingan yang ketat, inovasi menjadi sebuah kunci vital yang memainkan peran penting dalam eksistensi perusahaan. Pemanfaatan semua sumber daya yang ada menjadi penting dalam inovasi ini, termasuk pemanfaatan teknologi yang sudah semakin maju ini. Nanoteknologi berpotensi menjadi sebuah bantuan untuk mengembangkan produk pangan yang lebih berkualitas dengan pengembangan sifat fungsionalnya.

Teknologi nano (nanotechnology) merupakan salah satu teknologi yang memanfaatkan atau merekayasa suatu objek atau material dalam skala nanometer. Nano-material merupakan material dengan ukuran dalam skala nanometer, namun ukuran ini bisa bervariasi dan masih banyak diperdebatkan seperti 1 - 100 nm, 1 - 200 nm, 1-500 nm, bahkan hingga 1 - 1000 nm, namun menurut SNI sendiri, nanomaterial berada pada skala 1 hingga 100 nm. 1 nanometer sama dengan 1 per 1 milyar meter, ukuran ini dapat dibayangkan sekitar 50 ribu hingga 60 ribu lebih kecil dari diameter rata-rata rambut manusia. Bentuk dari material ini bisa bermacam-macam.

Nanomaterial ini dapat dibuat dengan 2 jalur, yang biasa dikenal dengan istilah bottom up dan top down. Manufaktur top down melibatkan pemecahan material yang lebih besar menjadi material nano secara fisik atau kimiawi. Salah satu bentuknya adalah pengecilan ukuran dengan penggilingan mekanis hingga sangat halus atau homogenisasi seperti pada pemecahan globula-globula lemak pada dairy product membentuk emulsi dengan droplet pada skala nano. Manufaktur bottom up merupakan metode alternatif produksi nanomaterial dengan cara memperbesar partikel hingga berukuran nano sehingga memiliki sifat yang diinginkan. Lalu, kenapa kita perlu menjadikan suatu objek menjadi berukuran nano? Karena dalam ukuran nano, suatu material bisa mempunyai perilaku atau sifat yang berbeda dan fungsionalitasnya juga berbeda dengan ukurannya yang lebih besar.

Aplikasi teknologi pada masa kini cukup beragam, seperti nano-emulsi, nano-enkapsulasi, nutrasetikal, nano-packaging, dan lain-lain. Emulsi dengan droplet nano memiliki sifat yang lebih halus dibandingkan dengan emulsi biasa, pada produk susu, penerapan nano-emulsi menjadikan tekstur susu lebih lembut dan creamy. Di samping itu, nano-emulsi juga cenderung lebih stabil sehingga dapat memperpanjang daya simpannya. Pada nutrasetikal, teknologi nani memungkinkan peningkatan kelarutan suatu zat yang dapat meningkatkan penyerapan dalam tubuh. Nano-enkapsulasi memungkinkan suatu senyawa menjadi lebih resisten dalam keadaan-keadaan ekstrim. Pengemasan menggunakan teknologi nano juga menjadi perhatian karena memungkinkan pengemasan dan penyimpanan dalam waktu yang lebih lama dan lebih baik. Penerapannya misalnya penggunaan perak dalam skala nano sebagai antimikroba. Selain itu nanomaterial yang diimplementasikan pada material pengemasan dapat meminimalkan pertukaran udara dari luar sehingga kondisi makanan lebih terjaga.

Namun, di samping banyak kelebihan nanoteknologi, karena masih hangatnya nanoteknologi (terutama di Indonesia), masih banyak hal-hal yang belum dipelajari atau terungkapkan. Hal-hal tersebut misalnya interaksi material-material nano dengan material lain, transmigrasi atau perpindahannya, efek lingkungan, dan juga efek kesehatannya. Juga, banyak masyarakat yang masih belum percaya pada nanoteknologi sebagai sesuatu yang aman, terutama jika nano-material yang digunakan harus masuk ke dalam tubuh (bayangkan memakan perak, namun dalam skala nano).

Oleh karena itu, secara umum, di negara lain terdapat 2 jenis regulasi yang mengatur teknologi nano. Pertama, regulasi horizontal, regulasi ini merupakan regulasi yang mengatur keberadaan atau manufaktur nanomaterial dalam wilayah regulasinya. Kedua, regulasi vertikal, regulasi ini merupakan regulasi yang mengatur penggunaan nanomaterial dan penerapan nanoteknologi di dalam wilayah regulasinya. Di Indonesia sendiri masih belum begitu banyak regulasi berkaitan dengan teknologi nano yang dapat ditemui, terutama karena aplikasi teknologi ini yang masih jarang digunakan. Selain itu, kurangnya pengetahuan dan sulitnya pemantauan terhadap material dalam skala nano juga turut andil dalam lambatnya perkembangan teknologi nano di Indonesia.

Kamis, 21 Juni 2018

Tahapan Sertifikasi Halal

Halal bisa menjadi salah satu nilai lebih yang dimiliki sebuah produk. Untuk mencantumkan label Halal pada sebuah produk, perusahaan memerlukan sertifikasi Halal. Perusahaan yang ingin mendapatkan sertifikat Halal di Indonesia saat ini bisa mengajukan permohonan ke LPPOM MUI. Terdapat beberapa tahapan yang perlu dilewati.

Pertama, perusahaan harus memahami apa itu sertifikasi Halal dan SJH (Sistem Jaminan Halal) atau HAS (Halal Assurance System). HAS 23000 merupakan dokumen mengenai persyaratan sertifikasi halal LPPOM MUI yang terdiri dari 2 bagian. HAS 23000:1 merupakan bagian pertama yang berisi tentang Persyaratan Sertifikasi Halal: Kriteria Sistem Jaminan Halal dan HAS 23000:2 merupakan bagian kedua yang berisi tentang Persyaratan Sertifikasi Halal: Kebijakan dan Prosedur. Perusahaan juga wajib mengikuti dan lulus pelatihan SJH yang diadakan LPPOM MUI seperti Pemahaman SJH, Interpretasi dan Implementasi SJH, internal audit SJH, dan HAS Internasional. Informasi lengkap mengenai pelatihan SJH 2018 dapat dilihat di sini.

Kebijakan halal perlu disosialisasikan kepada seluruh stake holder perusahaan. Perusahaan juga harus membentuk tim khusus dan audit internal yang bertanggung jawab atas manajemen halal. Prosedur dan aktivitas produksi juga harus jelas dan tertulis serta mempunyai kemampuan traceability atau pelacakan kembali yang jelas. Bahan yang digunakan tidak boleh masuk dalam kategori haram. Fasilitas produksi harus menjamin tidak adanya kontaminasi silang dengan bahan yang haram. Secara lengkap, SJH dapat dilihat pada HAS 23000.

Gambaran langkah umum sertifikasi halal melalui Cerol

Setelah memahami dan menerapkan SJH, beberapa dokumen perlu dipersiapkan untuk dilampirkan saat pengajuan sertifikasi. Dokumen-dokumen tersebut antara lain ada data perusahaan, data produk dan bahan, serta dokumen halal. Data perusahaan pemohon dan segala perusahaan yang terlibat dalam pembuatan produk, yang terdiri dari nama dan alamat perusahaan, serta PIC. Data produk dan bahan terdiri dari nama, kelompok dan jenis produk, produsen, negara produsen, supplier, dan bahan pendukung lainnya. Dokumen halal terdiri dari manual SJH, diagram alir produksi, surat pernyataan yang menyatakan bahwa fasilitas bebas dari kontaminasi babi, daftar seluruh fasilitas produksi, dokumen izin usaha, serta bukti-bukti sosialisasi kebijakan halal, pelaksanaan SJH, dan audit internal SJH.

Setelah dokumen dilengkapi, perusahaan dapat melakukan pengumpulan secara online ke layanan sertifikasi halal online ‘Cerol’ LPPOM MUI. Tahapan atau petunjuk pengunduhan dokumen dapat dilihat di sini. Setelah melengkapi pengunduhan dokumen yang diperlukan, perusahan dapat melakukan monitoring pre-audit secara rutin dan melunasi pembayaran akad sertifikasi di website Cerol. Setelah pembayaran dilakukan dapat melakukan konfirmasi pembayaran ke bendaharalppom@halalmui.org.

Setelah itu, tinggal menunggu pelaksanaan proses audit setelah perusahaan dinyatakan lolos tahap pre-audit dan sudah melunasi akad sertifikasi. Audit akan dilaksanakan di semua fasilitas dan lokasi perusahaan yang berkaitan dengan produk yang didaftarkan sertifikasi halal. Setelah hasil audit dinyatakan lolos menurut hasil rapat auditor dan semua dokumen telah dilengkapi, maka aka nada rapat komisi fatwa MUI. Setelah produk perusahaan dinyatakan layak dan pantas untuk ditetapkan halal, perusahaan akan mendapatkan sertifikat Halal resmi dari LPPOM MUI. Sertifikat halal dapat diunduh dalam bentuk softcopy di Cerol. Sementara, sertifikat asli dapat diambil di kantor LPPOM MUI atau dikirimkan ke alamat perusahaan. Sertifikasi halal ini berlaku selama dua tahun dan harus diperpanjang sebelum masa berlakunya berakhir.


Senin, 18 Juni 2018

Manajemen Rantai Pasok Halal

Mengonsumi makanan yang halal adalah salah satu kewajiban khusunya bagi umat muslim sebagai salah satu syarat dalam menjalankan keyakinan mereka. Pada era sekarang ini berbeda dengan era masa lampau dimana pengolahan pangan saat ini sudah sangat kompleks dan menggunakan berbagai bentuk teknologi dalam proses produksinya. Proses yang dimulai dari pengadaan bahan baku, pengolahan dan produksi, pengemasan, distribusi pengangkutan, dan penjualan yang akhirnya sampai ke tangan konsumen merupakan hal yang penting. akses komunikasi konsumen pada produsen menjadi jauh dan untuk mengetahui kehalalan suatu produk pangan menjadi sulit. Oleh karena itu, system halal sendiri membutuhkan pendekatan rantai pasok dimana nilai-nilai antar rantai pasokannya harus selaras sepenuhnya sehingga dapat memenuhi keinginan konsuman yaitu bahwa produk akhir yang mereka terima sudah terjamin halal dan berdasarkan prinsip syariat Islam.

Pada prinsipnya segala sesuai yang diciptakan oleh Tuhan adalah halal, kecuali ada dalil atau shariah yang mengharamkannya. Dalam makanan halal dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu halal dalam mendapatkannya atau halal substansi barangnya. Yang dimaksud dengan halal mendapatkannya adalah cara untuk memperolehnya, misalnya seperti bukan hasil dari mencuri, menipu, menjudi, korupsi, dan lainnya. Dalam Al-qur’an pada surat Al -Baqarah ayat 173 terdapat empat jenis makanan yang diharamkan, yaitu bangkai, darah, babi, dan binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah. Yang dimaksudkan dengan bangkai adalah hewan yang mati dengan tidak disembelih, darah maksudnya adalah darah yang mengucur dari tubuh hewan sembelihan dan semua bagian tubuh babi adalah haram. minuman khamr atau segala sesuai yang bersifat memabukkan adalah haram. Keputusan MUI untuk minuman yang mengandung minumal 1% etanol, merupakan khamr. Namun apabila minuman yang diproduksi dari hasil fermentasi dan tidak mengandung lebih dari 1% etanol, maka tidak dikategorikan sebagai khamir.

Manajemen rantai pasok halal (Halal Supply Chain Management) merupakan kegiatan manajemen yang terlibat sepanjang rantai pasok dengan tujuan menjamin integritas halal mulai dari bahan baku hingga titik pembelian konsumen, sehingga saat sampai di tangan konsumen, produk tersebut masih halal dan aman untuk dikonsumsi. rantai pasok halal merupakan proses pengelolaan, pengadaan, penyimpanan dan penanganan bahan, produk setengah jadi, dan produk jadi untuk makanan dan non makanan dengan menerapkan prinsip-prinsip hukum syariah melalui suatu organisasi. fondasi dari manajemen rantai pasok halal ditentukan dari 3 fondasi yaitu kontak langsung dengan haram, bahaya kontaminasi dan persepsi dari konsumen muslim

Model manajemen rantai pasok halal tersebut diadaptasikan dari rantai pasok pangan pada umumnya, namun ditambahkan dengan titik - titik yang perlu diperhatikan untuk halal. Pengembangan rantai pasok pangan halal memerlukan adanya komitmen dari manajemen tertinggi sebagai dasar dari organisasi dari rantai pasok. Halal Policy atau kebijakkan halal merupakan nilai penting sebagai bagian dari tanggung jawab suatu organisasi untuk melindungi integritasnya terhadap halal sepanjang rantai pasok, untuk mencapai sertifikasi halal, dan untuk memberikan perasaan aman bagi konsumen mengenai jaminan halal. Kemudian sejalan dengan jaringan antara supply dan demand rantai pasok diatur atau dibuat sedemikian rupa sehingga tujuan akhirnya adalah mencapai rantai pasok yang halal

Based on Pyramid

Keberlanjutan rantai pasok semakin yang semakin meningkat merupakan salah satu tanggung jawab yand perlukan diperhatikan perusahaan. Manajemen sosial, serta lingkungan dan dampak ekonomi dari rantai pasok. Dalam beberapa tahun terakhir, isu mengenai keberlanjutan dan pemberantasan kemiskinan semakin mendapatkan perhatian. Manajemen bisnis yang berkembang untuk orang miskin di dunia yang telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Para ahli mengacu pada sebuah konsep manajemen yang disebut Base of Pyramid (BoP).

BoP menggambarkan konsumen utama dari sebuah bisnis sebagai tingkat dasar piramida yang juga menggambarkan pendapatan dunia yang mewakili sebagian besar orang yang hidup dalam ekstrim dan kemiskinan moderat. Penelitian terbaru berkontribusi pada pandangan holistik yang merangkul masyarakat miskin. Masyarakat menengah ke bawah ini tanpa disadari juga sebenarnya merupakan konsumen utama. Secara kasar dapat dikatakan bahwa bisnis tidak akan dapat berjalan tanpa adanya daya beli dari konsumen. Oleh karena itu, perlu ada peningkatan daya beli konsumen utama yang berada di dasar piramida.

Based of The Pyramid (BoP) merupakan sebuah konsep yang diperkenalkan oleh Prahalad dan Hard (2002) sebagai sebuah konsep yang mengacu pada kewirausahaan dengan tujuan social yaitu pembangunan dan pemberantasan kemiskinan. Pengenalan konsep ini mendapatkan respon yang baik dari akademisi, pebisnis, LSM, dan lainnya. BoP sendiri juga merupakan usaha untuk membuka jalan bagi rakyat miskin untuk bertransformasi dan berinovasi dari pembangunan. Pembangunan juga perlu dilakukan dengan merangkul perusahaan kecil, menengah, dan mikro untuk turut berperan dalam membuka lapangan kerja.

Tujuan BoP dapat diartikan sebagai pembangunan yang berkelanjutan yang dapat dilakukan dengan peningkatan pendapatan dan standar hidup rakyat miskin. Pendekatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini bukanlah sesuatu yang sederhana. Kegagalan dari BoP biasanya terjadi karena kegagalan dalam mengembangkan pendekatan bisnis, pemahaman yang kurang terhadap bisnis terkait, kurang pemahaman mengenai konsumen miskin, kreativitas dan kebutuhan yang kompleks.

Perusahaan multinasional mungkin telah terbiasa dengan konsumen berpenghasilan tinggi yang tidak sensitif terhadap harga, tetapi penerapan konsep BoP pada negara berkembang mewajibkan untuk memahami secara mendalam mengenai karakter konsumen di negara tersebut. Pemahaman ini meliputi budaya, aspirasi, keinginan, dan gaya hidup penduduk, hal inilah yang tidak mudah.

Tahapan Impor dengan Metode Pembayaran Letter of Credit

Kegiatan Impor merupakan kegiatan memasukan barang dari daerah pabean Negara lain ke daerah pabean Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya, serta tempat – tempat tertentu di zona Ekonomi Eksklusif dan landasan kontinen  (UU nomer 17 tahun 2006 tentang perubahan atas UU nomer 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan). Terdapat beberapa hal yang perlu diketahui bagi seorang importir seperti persyaratan importir, tahapan dalam memesan barang impor dan dokumen yang terkait, serta jaringan perdagangan impor yang terkait. Pada artikel ini akan dibahas tahapan dalam kegiatan impor. Sebelum melakukan impor, importir mengetahui ketentuan umum di Bidang Impor (diatur dalam Permendag NO 48/M-DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor), termasuk dalam kelompok produk impor apakah produk yang akan diimpor: produk yang diatur, dilarang, atau bebas impor, masing –masing kelompok  memiliki   persyaratan sendiri yang berbeda 

Impor hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan yang telah memiliki Angka Pengenal Importir (API). Apabila perusahaan belum mempunyai API dan berniat melakukan importasi harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan impor tanpa API dari Menteri yang menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan, dalam hal ini adalah Menteri Perdagangan. API bisa didaftarkan pada BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) dengan melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan (sesuai dengan Permendag no. 70/M-DAG/PER/9/2015 Pasal 17). Pendaftaran bisa dilakukan online melalui website inatrade, melalui jasa pengiriman, ataupun langsung ke Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) di terdekat, alamatnya di berbagai daerah bisa ditemukan di sini.

Pertama, Importir mencari supplier barang sesuai dengan yang akan diimpor. Setelah terjadi kesepakatan jual-beli antara dua pihak, importir membuka L/C di bank devisa atau opening bank sesuai dengan isi kontrak. dengan melampirkan daftar barang yang akan diimpor. L/C kemudian diteruskan pada correspondent bank di negara eksportir untuk dilaporakan kepada eksportir. Barang–barang dari eksportir kemudian disiapkan dan dikirim ke negara importir. Setelah menyelesaikan kewajibannya untuk membayar kepada opening bank sesuai dengan kesepakatan, eksportir kemudian akan menerima B/L sesudah barang dikirim ke pelabuhan pemuatan untuk diajukan. Eksportir kemudian akan mengirimkan B/L dengan dilengkapi dokumen pengapalan seperti, Invoice, daftar barang, dan beberapa dokumen lain jika disyaratkan dalam kontrak awal.

Selanjutnya importir perlu membuat atau mengisi dokumen PIB (Pengajuan Impor Barang) secara mandiri atau bisa menggunakan jasa PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan). Dari PIB tersebut, akan diketahui berapa Bea masuk dan pajak yang lain yang akan dibayar. Selain itu Importir juga harus mencantumkan dokumen kelengkapan yang diperlukan di dalam PIB. Importir perlu membayar ke opening bank sebesar pajak yang akan dibayar ditambah biaya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Setelah itu, bank akan melaporkan pembayarannya ke Bea dan Cukai. Data PIB kemudian juga perlu dikirimkan oleh importir ke Bea dan Cukai. Pelaporan oleh bank dan importir ini dapat dilakukan melalui Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai secara online melalui media Pertukaran Data Elektronik (PDE). Data PIB terlebih dahulu akan diproses di Portal Indonesia National Single Window (INSW) untuk proses validasi kebenaran pengisian dokumen PIB dan proses verifikasi perijinan terkait.

Jika ada kesalahan maka PIB akan ditolak dan importir harus melakukan pembetulan PIB serta pengiriman ulang kembali data PIB. Setelah proses di portal INSW selesai maka data PIB secara otomatis akan dikirim ke Sistem Komputer Pelayanan (SKP) Bea dan Cukai. Dokumen PIB kembali akan dilakukan validasi kebenaran pengisian dokumen PIB dan verifikasi perijinan di SKP. Jika data benar akan dilanjutkan dengan hasil pemeriksaan PIB. Jika tidak ada masalah, maka akan langsung keluar Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Jika terdapat masalah, maka akan dilakukan proses cek fisik terhadap barang impor oleh petugas Bea dan Cukai. Jika tidak ditemukan masalah, maka SPPB akan diterbitkan, namun ika benar ditemukan masalah, maka akan importir dikenakan sanksi sesuai undang-undang yang berlaku. Setelah SPPB keluar, importir dapat melakukan pencetakan SPPB dan barang bisa dikeluarkan dari pelabuhan dengan mencantumkan dokumen pengapalan asli dan SPPB

Minggu, 17 Juni 2018

Tahapan Ekspor dengan Metode Pembayaran Letter of Credit

Ekspor merupakan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean Indonesia ke daerah pabean negara lain. Proses ekspor umumnya diawali dengan penawaran atau permintaan yang berujung pada persetujuan atau perjanjian atau kontrak jual-beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli, dalam hal ini adalah pihak Eksportir dan Importir. Proses pembayaran untuk pengiriman ini dapat melalui metode Letter of Credit (L/C) atau non-L/C, masing-masing metode memiliki risiko dan keuntungan tersendiri, namun umumnya kegiatan ekspor menggunakan metode pembayaran L/C dan pada artikel ini akan dijelaskan cara ekspor dengan pembayaran menggunakan L/C. Untuk menjadi eksportir, terdapat beberapa ketentuan, diantaranya harus berbentuk badan hukum, bisa dalam bentuk CV (Commanditaire Vennotschap), Firma, PT (Perseroan Terbatas), Persero (Perusahaan, Perseroan), Perum (Perusahaan Umum), Perjan (Perusahaan Jawatan), atau Koperasi. Eksportir juga harus memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Salah satu dari ijin berikut juga harus dikantongi: Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Dinas Perdagangan atau Surat Izin Industri dari Dinas Perindustrian atau Izin Usaha Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA) yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Gambaran langkah umum dapat dilihat melalui gambar berikut: (Sumber)

Setelah kontrak dibuat, importir akan membuka L/C di bank yang dipercaya importir. Bank ini kemudian disebut Bank Devisa atau issuing bank atau opening bank. Letter of Credit sendiri merupakan bentuk Jaminan importir kepada eksportir melalui perantara bank untuk melakukan pembayaran sejumlah tertentu dengan jangka waktu tertentu. L/C yang dibuat ditujukan untuk pembayaran ke eksportir atau sesuai dengan kontrak awal. Setelah itu, bank devisa akan mengonfirmasi L/C dan meneruskan ke bank yang ditunjuk oleh eksportir. Bank ini kemudian disebut dengan advising bank atau corresponding bank. Ketika keabsahan L/C sudah diperiksa oleh corresponding bank, maka surat pengantar (L/C advice) akan dikirimkan oleh corresponding bank kepada eksportir. Dengan begini, eksportir dapat lebih tenang menyiapkan barang karena sudah memiliki jaminan akan penerimaan uang dengan jumlah sesuai dengan kontrak.

Setelah menerima L/C advice dan menyiapkan barang, eksportir perlu melakukan pengurusan pengiriman barang. Pengiriman barang bisa melalui jalur darat, udara, maupun laut. Pengiriman juga dapat dilakukan melalui pihak ketiga. Pada dasarnya proses pengiriman barang juga dilakukan sesuai dengan kontrak awal. Di pelabuhan muat, eksportir harus mengurus dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) di Bea Cukai. Kelengkapan dokumen dan kewajiban lainnya juga harus dilengkapi misalnya pelaporan surveyor sesuai kontrak awal dan pajak yang berlaku untuk jenis-jenis barang tertentu. Setelah itu, barang akan dimuat, serta beberapa dokumen akan diserahkan kepada eksportir seperti bukti penerimaan barang, kontrak angkutan, bukti kepemilikan barang atau biasa dikenal dengan bill of lading (B/L) serta dokumen pengapalan lainnya jika ada. Eksportir kemudian akan meneruskannya ke corresponding bank untuk dikirimkan ke opening bank.

Setelah menerima B/L, eksportir dapat menyiapkan keperluan dokumen lain yang disebutkan dalam L/C misalnya invoice, daftar barang yang diekspor, sertifikasi, Surat Keterangan Asal (SKA), dan lain-lain. Semua dokumen keudian diserahkan ke bank yang dipercaya untuk menyelesaikan pembayaran, bank ini disebut dengan negotiating bank atau receiving bank. receiving bank bisa merupakan bank yang sama dengan corresponding bank ataupun berbeda. receiving bank ditunjuk dan telah disebutkan dalam L/C. Receiving bank kemudian akan memeriksa kelengkapan dan keabsahan dari dokumen pengapalan yang diterima dari eksportir. Setelah semua dokumen sesuai, receiving bank akan membayar eksportir.

*tambahan: setelah receiving bank membayar eksportir sejumlah uang yang disebutkan di L/C, dokumen pengapalan akan diserahkan ke opening bank. Setelah dokumen diterima, diperiksa, dan disetujui oleh opening bank, uang yang tadi dibayarkan oleh receiving bank ke eksportir akan “digantikan” atau di-reimburse oleh opening bank kepada receiving bank. Ketika importir telah menyelesaikan kewajiban pembayaran kepada opening bank, maka dokumen pengapalan tadi akan diserahkan kepada importir untuk pengurusan pengambilan barang yang diimpor.

Rabu, 13 Juni 2018

Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management): Sekilas Konsep Teoritis

Knowledge management atau juga dikenal dengan sistem manajemen pengetahuan merupakan sebuah sistem yang bertujuan untuk mengelola pengetahuan. Pengetahuan, baik umum dan terutama khusus, merupakan suatu aset yang berharga karena itulah suatu organisasi memerlukan sistem ini untuk mengelola aset penting tersebut. Pengetahuan merupakan motor utama dalam pertumbuhan ekonomi dan kompetisi. Manajemen pengetahuan berfokus pada bagaimana pengelolaan pengetahuan yang dimiliki oleh suatu organisasi agar dapat memberi manfaat pada organisasi tersebut. Pengetahuan telah menjadi modal ekonomi, sumber dan dasar dari strategi, keunggulan kompetitif, dan sebagainya. Pada masa kini, banyak organisasi sudah mulai lebih sadar untuk mengelola pengetahuan dengan memanfaatkan (mengetahui asal-usul, posisi saat ini, dan tujuannya), membagikannya (pengetahuan mulai bergeser dari pengetahuan individu ke kelompok) dan terus menciptakan pengetahuan baru (improvisasi dan inovasi)

Konsep pertama adalah nilai pengetahuan dalam rantai pasok atau hubungkan pengetahuan dengan konsep-konsep lain penting lain. Rantai pasok melibatkan banyak pihak yang akan mengantarkan suatu barang baku menjadi suatu barang bernilai ke tangan konsumen. Pengetahuan diperlukan dalam setiap mata rantainya agar barang sampai ke tangan konsumen dalam keadaan yang baik. Misalnya bagaimana keadaan dan cara pembuatan, pengiriman, pemasaran, dan penjualan yang baik atau bagaimana keadaan lain seperti infrastruktur, kualitas SDM, kualitas bahan baku, dan jarak pengiriman dapat memengaruhi nilai dari barang.

Konsep kedua, sering kurang dipahami dan didefinisikan dengan baik, adalah pengetahuan sebagai modal. Pengetahuan merupakan modal tak berwujud tetapi berharga yang dimiliki semua organisasi, dan tanpa disadari merupakan salah satu kunci utama dari semua kebijakan dalam organisasi. Bahkan manajemen pengetahuan dapat didefinisikan sebagai pengelolaan pengetahuan sebagai sebuah modal atau aset yang dapat digunakan untuk kepentingan lainnya. Pengetahuan bisa menjadi sangat berharga, oleh karena itu pengelolaannya perlu menjadi perhatian. Pengelolaan pengetahuan secara sederhana seperti bagaimana cara melakukan inventaris pengetahuan; bagaimana cara menyimpan pengetahuan; bagaimana cara menyembunyikan pengetahuan; bagaimana cara mengelompokkan pengetahuan; dan bagaimana cara memanfaatkan pengetahuan sehingga menjadi berguna.

Konsep ketiga merupakan definisi dan pengertian dari pengetahuan itu sendiri. Setiap organisasi biasa mempunyai definisi pengetahuan bagi mereka sendiri. Ada banyak definisi yang dapat ditemukan dalam sistem informasi bisa sama ataupun berbeda. Definisi pasti dan mendalam mengenai pengetahuan secara filosofis merupakan subjek yang telah dibahas sejak lama. Namun, secara garis besar, pengetahuan dapat didefinisikan sebagai sebuah informasi yang tersusun secara lebih sistematis dan komprehensif sehingga memberikan nilai lebih pada informasi. Informasi sendiri dapat diartikan sebagai data yang mempunyai nilai, dituangkan dalam bahasa atau kode yang dapat dimengerti. Data sendiri merupakan bentuk 'mentah' dari informasi, yaitu sesuatu yang diketahui dan ada namun belum bisa dipahami.

Beberapa proses penting dalam manajemen pengetahuan adalah pembuatan, kodifikasi, pembagian dan penyebaran, strategi pemanfaatan, dan evaluasi dan penilaian pengetahuan. Pembuatan pengetahuan terjadi ketika terjadi suatu peristiwa atau pengamatan yang baru sehingga suatu organisasi mendapat pembelajaran baru dari pengalaman atau dari sumber lainnya. Kodifikasi pengetahuan dilakukan untuk membuat pengetahuan menjadi suatu yang lebih 'nyata' sehingga dapat dimengerti oleh beberapa orang. Kodifikasi ini dapat dibuat sederhana agar dapat dipahami orang atau organisasi lain, atau dapat dibuat lebih kompleks dengan harapan hanya dapat dimengerti oleh beberapa orang saja. Kodifikasi yang dibuat kompleks biasanya digunakan pada pengetahuan yang menjadi aset penting suatu organisasi sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh organisasi lain dan  menjadi keunggulan kompetitif bagi sebuah organisasi yang memegang pengetahuan tersebut. Pembagian dan penyebaran suatu pengetahuan dalam rantai pasok harus diatur atau dikelola agar suatu kegiatan rantai pasok dapat berjalan optimal, namun juga tidak merugikan suatu organisasi. Bentuk sederhana dari pengelolaan pembagian dan penyebaran pengetahuan adalah peraturan mengenai informasi apa yang harus disebar, disampaikan hanya pada pihak tertentu saja, atau sama sekali tidak boleh keluar dari lingkungan organisasi. Pemanfaatan pengetahuan dengan strategi dapat dilakukan misalnya dengan memahami pengetahuan apa saja (baik umum maupun khusus) yang dipegang oleh organisasi, bagaimana pemanfaatannya, dan risiko apa yang dapat timbul dari keputusan yang diambil. Terakhir, evaluasi terhadap kebenaran dan hasil implementasi strategi pengelolaan ini.

Minggu, 03 Juni 2018

Ketenagakerjaan

Saat ini, ketenagakerjaan di Indonesia diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dilengkapi dengan UU RI no.21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja; UU RI no.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial; dan UU RI no.39 tahun 2004 tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri.

Regulasi mengenai ketenagakerjaan sebenarnya sudah ada sejak lama, sejak penjajahan belanda dulu, di mana saat itu regulasi ini dibuat untuk melindungi budak. Setelah kemerdakaan, gerakan buruh penting untuk mempertahankan kemerdakaan, terutama sekali untuk menunnjang sektor-sektor pembangunan yang dilakukan pada skala nasional. Gerakan buruh memiliki peran yang vital dalam merebut kemerdekaan Indonesia melalui serikat buruh. Keberhasilan gerakan buruh ini menjamin posisi buruh yang lebih baik, hal ini terlihat melalui peran buruh pada perannya dalam menunjang pembangunan pasca kemerdekaan. Hal ini kemudian berbuah pada pembentukan kebijakan dan hukum perburuhan di Indonesia yang melindungi kaum buruh. Sebelumnya, kaum buruh hanya dimanfaatkan tenaga fisiknya, dipekerjakan di pabrik demi kepentingan produksi dan kesejahteraannya tidak pernah menjadi perhatian. Seiring perkembangan regulasi Perburuhan di Indonesia, Departemen Ketenagakerjaan mengusulkan perubahan istilah buruh diganti dengan istilah pekerja, pada Kongres FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia) II tahun 1985. Penggantian istilah ini dilakukan karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa. Buruh lebih cenderung merujuk pada pekerja kasar pada sektor non-formal seperti kuli atau tukang

Pada masa orde lama kemudian diterbitkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1947 tentang Keselamatan di Tempat Kerja oleh pemerintah yang merupakan peralihan kebijakan dasar perburuhan dari pasal 1601 dan 1603 BW (Burgerlijk Wetboek) yang merupakan UU perdata Belanda. Pasal tersebut cenderung berprinsip “no work no pay”. Menyusul UU tersebut, diterbitkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 tentang Perlindungan Buruh dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan yang meliputi sejumlah aspek perlindungan buruh, misalnya larangan diskriminasi di tempat kerja, regulasi 40 jam kerja dalam seminggu dengan dibagi maksimal dalam 6 hari, kewajiban penyediakaan fasilitas perumahan, larangan mempekerjakan anak dibawah umur 14 tahun, dan hak cuti haid dan melahirkan. Undang-Undang inilah yang menjadi dasar utama kebijakan regulasi perburuhan di Indonesia kemudian.

Pada masa orde baru, situasi sempat menjadi kacau dari segi ekonomi, keadaan ini kemudian membuat pemerintah untuk menggerakkan kembali roda ekonomi yang tersumbat. Pertumbuhan ekonomi menjadi hal penting pada masa itu. Sebagai akibatnya, penerapan strategi modernisasi difensis dilakukan, di mana penguasa berusaha mengatur segalanya dan mengontrol organisasi buruh untuk mengejar perbaikan ekonomi. UU kemudian juga menjadi tidak efektif karena kentalnya suasana militerisme pada masa itu yang disebabkan karena agenda utama orde baru untuk mencegah organisasi massa yang dinilai radikal dan dapat menyebabkan kerapuhan dan kehancuran seperti yang terjadi pada orde lama. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997. Peraturan tentang ketenagakerjaan yang menjadi kontroversi pada masa ini adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 yang kental dengan militerisme. Pada masa ini Hukum Perburuhan tidak dapat dengan efektif digunakan.


Baru kemudian pada masa reformasi, kebebasan berserikat mulai ada. Pada masa ini lahir jaringan perburuhan yang dimulai dengan pengakuan SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) yang dimotori oleh LSM dengan aksi-aksi menolak militerisme dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997. LSM perburuhan bergabung dalam suatu jaringan bernama KPHP (Komisi Pembaharuan Hukum Perburuhan) melakukan aksi penolakan Undang-Undang tersebut. Menurut KPHP, Undang-Undang tersebut belum memuat hak-hak dasar buruh seperti jaminan atas pekerjaan, kebebasan bebas berorganisasi dan mogok, serta lembaga penyelesaian perselisihan perburuhan yang adil. Penolakan tersebut menjadikan UU perburuhan kembali mengacu pada UU lama selama 5 tahun sebelum akhirnya diundangkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, UU ketenagakerjaan yang masih dipakai hingga kini.



Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 merupakan Undang-Undang pokok dalam hal ketenagakerjaan, bersamaan dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013, Undang-Undang sebelumnya dicabut. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ini meregulasi berbagai hal, diantaranya kesempatan dan perlakuan yang sama; perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan; pelatihan kerja; penempatan tenaga kerja; perluasan kesempatan kerja; penggunaan tenaga kerja asing; hubungan kerja; perlindungan, pengupahan, dan kesejahteraan; hubungan industrial; pemutusan hubungan kerja; pembinaan; pengawasan; dan penyidikan.

Sabtu, 02 Juni 2018

Green Supply Chain Management (GSCM)

Kegiatan bisnis dapat menimbulkan ancaman yang signifikan terhadap lingkungan, misalnya dalam hal emisi karbon monoksida, cemaran limbah, material beracun, kemacetan lalu lintas dan bentuk lain dari polusi industri. Manajemen rantai pasokan hijau (GSCM) merupakan suatu inovasi untuk menjawab ancaman terhadap lingkungan. Konsep GSCM adalah untuk mengintegrasikan kepedulian lingkungan ke dalam manajemen rantai pasokan (SCM). GSCM bertujuan untuk meminimalkan atau menghilangkan pemborosan termasuk bahan kimia berbahaya, emisi, energi dan limbah padat di sepanjang rantai pasok seperti desain produk, sumber bahan dan seleksi, proses manufaktur, pengiriman produk akhir dan manajemen akhir masa pakai produk. Dengan demikian, GSCM memainkan peran penting dalam mempengaruhi total dampak terhadap lingkungan dari setiap perusahaan yang terlibat dalam kegiatan rantai pasok dan dengan demikian berkontribusi terhadap peningkatan kinerja yang keberlanjutan.

GSCM merupakan sebuah evolusi dari SCM. Ketika persaingan semakin intensif pada tahun 1990-an, meningkatnya kesadaran akan praktik-praktik hijau telah memicu perusahaan untuk bertindak secara etis dan bertanggung jawab secara sosial dalam rantai pasokan mereka. Pada awal tahun 1995, GSCM telah menarik minat ilmiah yang besar; GSCM kemudian terus menjadi perhatian hingga kini. Dengan praktik-praktik ini, perusahaan mengembangkan strategi manajemen lingkungan sebagai tanggapan terhadap perubahan kesadaran masyarakat dan konsumen akan lingkungan dan berdampak pada operasi rantai pasok.

Tentu dalam implementasinya, setiap mata rantai dari rantai pasok harus terlibat dalam pemikiran hijau agar dapat menciptakan 1 rantai pasok yang hijau. kerjasama hijau ini termasuk bekerja sama dengan pemasok awal untuk mencapai tujuan lingkungan hijau dan meningkatkan inisiatif pengurangan limbah, mengembangkan desain-desain produksi ramah lingkungan, pengembangan prinsip penggunaan kembali dan meningkatkan efisiensi emisi, serta penyediaan peralatan, suku cadang, dan pelayanan yang mendukung konsep hijau.

sumber gambar: http://doi.org/10.1016/j.procir.2014.07.035

Praktik GSCM merupakan serangkaian sistem yang termasuk pengadaan bahan yang hijau, manufaktur hijau, distribusi hijau, dan logistik hijau. Kinerja keberlanjutan ini dapat diamati dari perspektif ekonomi, lingkungan, dan sosial. Interaksi antar-organisasi yang kuat merupakan salah satu faktor yang mendukung praktik GSCM. Tak dapat disangkal, hubungan rantai pasok yang kolaboratif selalu didasarkan pada kepercayaan, kesetiaan, keadilan dalam negosiasi, tujuan dan niat, dan komitmen.

Pengadaan yang hijau dapat didefinisikan sebagai seperangkat praktik sisi penawaran yang digunakan oleh organisasi untuk memilih pemasok secara efektif berdasarkan kompetensi lingkungan, kemampuan teknis dan eko-desain, kinerja lingkungan, kemampuan untuk mengembangkan barang ramah lingkungan, dan kemampuan untuk mendukung tujuan lingkungan perusahaan. Selanjutnya ada prinsip 3R (Reuse-Recycle-Reduce): yaitu dengan menggunakan kembali bahan jika memungkinkan, mendaur ulang, dan mengurangi dalam proses pengadaan hijau dalam hal kertas dan wadah penampungan (kantong plastik / kotak), melakukan pesanan pembelian melalui email (tanpa kertas), menggunakan label produk ramah lingkungan, memastikan sertifikasi lingkungan pemasok, dan melakukan audit untuk manajemen lingkungan internal pemasok.

Manufaktur hijau adalah proses produksi dengan mengurangi bahan berbahaya, meningkatkan efisiensi energi dalam pencahayaan dan pemanasan, mempraktikkan 3R, meminimalkan limbah, secara aktif merancang dan mendesain ulang proses hijau. Kegiatan ini membutuhkan produsen untuk mendesain produk yang memfasilitasi dan mempraktikkan 3R dengan penggunaan kembali, daur ulang dan pemulihan inventory dan komponen material; menghindari atau mengurangi penggunaan produk berbahaya dalam proses produksi; minimalkan konsumsi bahan serta energi.

Distribusi hijau terdiri dari pengemasan hijau yang bertujuan untuk (1) pengecilan kemasan, (2) menggunakan bahan kemasan ramah lingkungan, (3) mempromosikan program daur ulang dan penggunaan kembali, (4) bekerja sama dengan vendor untuk menstandardisasi kemasan, (5) mendorong dan mengadopsi metode pengemasan yang dapat dikembalikan (reuse) (6) meminimalkan penggunaan material dan waktu untuk membongkar (reduce), (7) menggunakan sistem palet yang dapat didaur ulang dan terakhir (recycle), (8) menghemat energi di gudang.

Logistik hijau berbicara tentang mengirimkan barang langsung ke pengguna, menggunakan kendaraan bahan bakar alternatif hemat energi dan pengelompokkan pesanan bersama-sama daripada dalam jumlah yang lebih kecil, berinvestasi dalam kendaraan yang dirancang untuk mengurangi dampak lingkungan, dan merencanakan rute kendaraan dengan baik. Prinsip 3R dapat diterapkan dalam bentuk pengumpulan produk dan kemasan bekas dari pelanggan untuk didaur ulang, mengembalikan kemasan dan produk ke pemasok untuk digunakan kembali, dan meminta pemasok untuk mengumpulkan bahan pengemasan.

Sabtu, 26 Mei 2018

Perdagangan Luar Negeri

Regulasi perdagangan luar negeri di Indonesia diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia no.7 tahun 2014 tentang Perdagangan Bab V. Regulasi perdagangan luar menegeri mengatur beberapa hal, di antaranya hal-hal tentang ekspor, impor, perizinan, dan larangan dan perbatasan tertentu.

Perdagangan Luar Negeri adalah Perdagangan yang mencakup kegiatan Ekspor dan/atau Impor atas Barang dan/atau Perdagangan Jasa yang melampaui batas wilayah negara. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Barang dari Daerah Pabean. Eksportir merupakan pihak yang melakukan ekspor. Sedangkan impor adalah kegiatan memasukkan Barang ke dalam Daerah Pabean. Importir merupakan pihak yang melakukan impor. Eksportir dan importir bisa merupakan orang perseorangan atau lembaga atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum.  Daerah Pabean adalah wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, ruang udara di atasnya, serta tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. Dalam perdagangan ini juga bisa dilakukan kerja sama perdagangan internasional. Kerja Sama Perdagangan Internasional adalah kegiatan Pemerintah untuk memperjuangkan dan mengamankan kepentingan nasional melalui hubungan Perdagangan dengan negara lain dan/atau lembaga/organisasi internasional.

Ekspor barang dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang telah terdaftar dan ditetapkan sebagai eksportir, kecuali sudah ditentukan oleh menteri perdagangan. Di Indonesia, eksportir bertanggung jawab penuh terhadap barang yang diekspor. Bila eksportir tidak bertanggung jawab terhadap barang yang dieksport, maka akan ada sanksi administratif berupa pencabutan perizinan, persetujuan, pengakuan, dan/atau penetapan di bidang perdagangan. Bila terjadi penyalahgunaan status eksportir, maka status eksportir dapat dibatalkan.

Sama seperti ekspor impor barang juga hanya dapat dilakukan oleh importir yang memiliki pengenal sebagai Importir berdasarkan penetapan Menteri. Namun, dalam hal tertentu, impor barang dapat dilakukan oleh importir yang tidak memiliki pengenal sebagai importir. Importir di Indonesia kemudian juga menjadi bertanggung jawab sepenuhnya terhadap barang yang diimpor. Importir yang tidak bertanggung jawab atas barang yang diimpor akan dikenai sanksi administratif berupa pencabutan perizinan, persetujuan, pengakuan, dan/atau penetapan di bidang perdagangan. Secara umum, barang yang dapat diimpor hanya barang dalam keadaan baru. Namun, dalam hal tertentu Menteri Perdagangan dapat menetapkan barang yang diimpor dalam keadaan tidak baru dan penetapannya harus disampaikan kepada Menteri Keuangan. 

Dalam rangka peningkatan daya saing nasional Menteri Perdagangan dapat mengusulkan keringanan atau penambahan pembebanan bea masuk terhadap Barang Impor sementara. Pemerintah dapat melarang impor atau ekspor barang untuk kepentingan nasional. Barang yang mengancam keamanan nasional atau kepentingan umum, termasuk sosial, budaya, dan moral masyarakat tidak diperbolehkan untuk diekspor atau impor. Ekspor dan Impor barang juga tidak diijinkan jika sekiranya dapat melanggar hak kekayaan intelektual. Barang yang dapat mengancam kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup juga tidak diijinkan untuk kegiatan ekspor dan impor. 


Terdapat barang yang juga dibatasi untuk diekspor dan diimpor, apabila batasan ini dilanggar, maka importir atau eksportir dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi lainnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 

Pembatasan barang ekspor untuk kepentingan nasional dilakukan untuk:
. menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri;
. menjamin ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan oleh industri pengolahan di dalam negeri;
. melindungi kelestarian sumber daya alam;
. meningkatkan nilai tambah ekonomi bahan mentah dan/atau sumber daya alam;
. mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditas Ekspor tertentu di pasaran internasional; dan/atau
. menjaga stabilitas harga komoditas tertentu di dalam negeri.

Selain itu pembatasan terhadap barang impor untuk kepentingan nasional juga dapat dilakukan untuk:
. membangun, mempercepat, dan melindungi industri tertentu di dalam negeri; dan/atau
. untuk menjaga neraca pembayaran dan/atau neraca Perdagangan.

Bullwhip Effect

Efek bullwhip merupakan salah satu fenomena yang dapat diamati pada manajemen rantai pasok. Pada industri, permintaan konsumen bisa bervariasi dan terkadang tidak dapat ditebak. Terkadang terdapat permintaan yang tidak terduga oleh pengelola pasok dalam skala yang cukup besar sehingga mengganggu manajemen rantai pasok. Perubahan pola permintaan dari konsumen sehingga menyebabkan efek terkejut dan mengganggu rutinitas rantai pasok ini bisa disebut dengan efek bullwhip. Hal ini akan mengganggu rutinitas rantai pasok. Semakin panjang rantai pasok antara produsen dan konsumen, semakin besar risiko terjadinya dan semakin parah efek yang dirasakan.

Efek bullwhip ini dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti permintaan pasar yang datang secara tiba-tiba. Keadaan ini dapat terjadi karena terjadi suatu peristiwa khusus yang tak terduga sehingga menyebabkan permintaan konsumen untuk menjawab peristiwa itu. Selain itu efek bullwhip juga bisa disebabkan karena human error di mana ada kesalahan pengambilan keputusan. Manajemen yang salah dari kebijakan-kebijakan yang ada seperti kebijakan inventoris produk juga dapat berperan dalam terjadinya efek bullwhip. Biasanya hal ini disebabkan karena belum memahami karakteristik dan laju permintaan pasar.

Untuk mengurangi efek bullwhip ini, jaringan informasi antar manajer pada masing-masing mata rantai pasok harus berjalan dengan baik. Dengan laju informasi yang lebih baik, permintaan yang tidak biasa tersebut dapat ditangani dengan cepat. Pemahaman yang komprehensif terhadap pasar yang dituju juga penting untuk mengurangi efek bullwhip ini. Misalnya pemahaman akan hari perayaan tertentu dari pasar untuk mengetahui kapan permintaan pasar akan melonjak.

Minggu, 20 Mei 2018

Regulasi Perdagangan di Indonesia

Regulasi perdagangan dalam negeri di Indonesia diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia no.7 tahun 2014 tentang Perdagangan Bab IX.

Perdagangan adalah tatanan kegiatan yang terkait dengan transaksi Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan melampaui batas wilayah negara dengan tujuan pengalihan hak atas Barang dan/atau Jasa untuk memperoleh imbalan atau kompensasi. Hal yang dimaksud dengagng "Barang" adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau Pelaku Usaha. Sementara yang dimaksud dengan "Jasa" adalah setiap layanan dan unjuk kerja berbentuk pekerjaan atau hasil kerja yang dicapai, yang diperdagangkan oleh satu pihak ke pihak lain dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau Pelaku Usaha.

Regulasi perdagangan dalam negeri mengatur beberapa hal, diantaranya harmonisasi peraturan, standar, dan prosedur kegiatan perdagangan antara pusat dan daerah dan/atau antardaerah; penataan prosedur perizinan bagi kelancaran arus Barang; pemenuhan ketersediaan dan keterjangkauan Barang kebutuhan pokok masyarakat; pengembangan dan penguatan usaha di bidang Perdagangan Dalam Negeri, termasuk koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah; pemberian fasilitas pengembangan sarana Perdagangan; peningkatan penggunaan Produk Dalam Negeri;  Perdagangan antarpulau; dan pelindungan konsumen. Setiap Pelaku Usaha wajib menggunakan atau melengkapi label berbahasa Indonesia pada Barang yang diperdagangkan di dalam negeri.

Distribusi produk yang dijual dapat melalui jasa distribusi. Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Pelaku Usaha secara sendiri-sendiri atau bersama-sama mengembangkan sarana Perdagangan berupa Pasar rakyat; pusat perbelanjaan; toko swalayan; Gudang; perkulakan; Pasar lelang komoditas; Pasar berjangka komoditi; sarana Perdagangan lainnya. Hal-hal tersebut dalam diwujudkan dalam bentuk pembangunan dan/atau revitalisasi Pasar rakyat; implementasi manajemen pengelolaan yang profesional; fasilitasi akses penyediaan Barang dengan mutu yang baik dan harga yang bersaing; dan/atau fasilitasi akses pembiayaan kepada pedagang Pasar di Pasar rakyat. Penyedia Jasa yang bergerak di bidang Perdagangan Jasa wajib didukung tenaga teknis yang kompeten. Penyedia Jasa yang tidak memiliki tenaga teknis yang kompeten dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis; penghentian sementara kegiatan usaha; dan/atau pencabutan izin usaha.

Regulasi perdagangan antar-pulau perlu diarahkan untuk: menjaga keseimbangan antardaerah yang surplus dan daerah yang minus; memperkecil kesenjangan harga antardaerah; mengamankan Distribusi Barang yang dibatasi Perdagangannya; mengembangkan pemasaran produk unggulan setiap daerah; menyediakan sarana dan prasarana Perdagangan antarpulau; mencegah masuk dan beredarnya Barang selundupan di dalam negeri; mencegah penyelundupan Barang ke luar negeri; dan meniadakan hambatan Perdagangan antarpulau. Pemerintah dan Pemerintah Daerah merupakan pihak yang juga turut andil dalam mengendalikan ketersediaan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jumlah yang memadai, mutu yang baik, dan harga yang terjangkau. Dalam kondisi tertentu yang dapat mengganggu kegiatan Perdagangan nasional, Pemerintah berkewajiban menjamin pasokan dan stabilisasi harga Barang kebutuhan pokok dan Barang penting.

Selain itu pada regulasi ini juga terdapat larangan yang bertujuan untuk melindungi kedaulatan ekonomi; melindungi keamanan negara; melindungi moral dan budaya masyarakat; melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, hewan, ikan, tumbuhan, dan lingkungan hidup; melindungi penggunaan sumber daya alam yang berlebihan untuk produksi dan konsumsi; melindungi neraca pembayaran dan/atau neraca Perdagangan; melaksanakan peraturan perundang-undangan; dan/atau pertimbangan tertentu sesuai dengan tugas Pemerintah.

Sabtu, 19 Mei 2018

Supply Chain Management

Perusahaan yang sukses memiliki gagasan dan perencanaan yang jelas dan terfokus tentang bagaimana mereka berniat menghasilkan uang. Banyak manajemen dan perencanaan, dan salah satunya adalah manajemen rantai pasok (supply chain management). Untuk menggambarkan apa itu dan seberapa pentingnya SCM (Supply Chain Management) ini dapat digambarkan sebagai pentingnya tetap menjaga suatu produk tetap ada di pasar setiap hari. Menjaga produk untuk selalu tersedia setiap hari merupakan faktor kunci dalam profitabilitas perusahaan. Suatu perencanaan SCM perlu dibuat seefisien mungkin. Dalam konteks fungsi bisnis utama, operasi dan manajemen rantai pasok melibatkan banyak spesialis di tiap mata rantainya, desain produk, pembelian, manufaktur, operasi layanan, logistik, dan distribusi. Para spesialis ini harus bisa bercampur dan saling bersinergi dengan berbagai cara tergantung pada produk atau layanan. Misalnya dalam perusahaan makanan.

Dalam pelaksanaannya, SCM harus didukung oleh operasional yang jelas. Operasional yang perlu diperhatikan ada dalam 2 jenis, operasional berwujud dan operasional intangible. Operasional berwujud dapat berupa memastikaan pengadaan. Operasional intangible merupakan pelayanan, komunikasi. Rantai pasok sendiri mengacu pada proses pemindahan informasi dan material ke dan dari proses manufaktur dan jasa perusahaan. Ini termasuk proses logistik yang secara fisik memindahkan produk dan proses pergudangan dan penyimpanan yang memposisikan produk untuk pengiriman cepat kepada pelanggan. Rantai pasokan dalam konteks ini mengacu pada penyediaan produk dan layanan untuk pabrik dan gudang di ujung input dan juga pasokan produk dan layanan kepada pelanggan pada akhir output rantai pasokan.

SCM dapat didefinisikan sebagai desain, operasi, dan penyusunan hingga peningkatan sistem yang dapat menciptakan dan memberikan produk dan layanan utama perusahaan. Seperti pemasaran dan keuangan, SCM adalah bidang fungsional bisnis dengan tanggung jawab manajemen garis yang jelas. SCM berkaitan dengan manajemen seluruh sistem untuk menghasilkan produk atau memberikan layanan. Dalam SCM, perlu ada penanggung jawab perancangan produk, ketersediaan bahan, koordinasi sumber peralatan untuk mengonversi bahan mentah menjadi produk jadi, memindahkan dan menyalurkan produk, dan menukarkan produk akhir dengan pelanggan.

Rabu, 16 Mei 2018

Regulasi Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan

Peraturan terkait penggunaan bahan tambahan pangan diatur dalam PerMenKes No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Di sini diterangkan bahwa BTP hanya boleh digunakan tidak melebihi batas maksimum penggunaan dalam kategori pangan. Batas maksimum penggunaan dalam kategori pangan tersebut ditetapkan oleh Kepala BPOM.

Kepala BPOM memiliki tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengawasan obat dan makanan. Peraturan terkait penggunaan pemanis saat ini, diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (PerKa BPOM) Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis. Menurut peraturan ini, pemanis buatan yang sudah diakui adalah Asesulfam-K (Acesulfame potassium), Aspartam (Aspartame), Siklamat (Cyclamates), Sakarin (Saccharins), Sukralosa (Sucralose/Trichlorogalactosucrose), dan Neotam (Neotame). Batas maksimum penggunaan masing-masing pemanis buatan ini dalam kategori pangan tertentu diatur secara spesifik.

Terdapat juga beberapa ketentuan terkait pencantuman pemanis dalam label pangan. Label pangan yang mengandung pemanis buatan, wajib dicantumkan tulisan ”Mengandung pemanis buatan, disarankan tidak dikonsumsi oleh anak di bawah 5 (lima) tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui”. Label pangan untuk penderita diabetes dan/atau makanan berkalori rendah yang menggunakan pemanis buatan wajib dicantumkan tulisan "Untuk penderita diabetes dan/atau orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah”. Label pangan olahan yang menggunakan pemanis buatan aspartam, wajib dicantumkan peringatan “Mengandung fenilalanin, tidak cocok untuk penderita fenilketonurik”. Label pangan olahan yang menggunakan pemanis poliol, wajib dicantumkan peringatan “Konsumsi berlebihan mempunyai efek laksatif”. Label pangan olahan yang menggunakan gula dan pemanis buatan wajib dicantumkan tulisan ”Mengandung gula dan pemanis buatan”. Selain itu, produsen juga dilarang menggunakan tulisan, kata-kata, gambar seolah-olah sediaan pemanis buatan berasal dari alam.

Meskipun diijinkan, pemanis buatan dilarang digunakan pada produk pangan yang diperuntukkan bagi bayi, anak berusia di bawah tiga tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui. Selain itu, pemanis (baik alami maupun buatan) dilarang penggunaannya bila untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang tidak memenuhi persyaratan maupun menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi pangan yang baik untuk pangan, dan/atau menyembunyikan kerusakan pangan. Sanksi yang diberikan jika melanggar aturan yang telah ditetapkan bisa bervariasi mulai dari peringatan secara tertulis, larangan mengedarkan untuk sementara waktu, penarikan kembali dari peredaran, perintah pemusnahan, hingga pencabutan izin edar.

Tiga Generasi Pengadaan Pangan

Pengadaan pangan secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 generasi.

Generasi I (pertama) merupakan tahapan sebelum penanaman. Generasi ini merupakan kegiatan sebelum budidaya bahan makanan seperti ternak dan tanaman yang biasa mengarah pada pengoptimalan bibit-bibit. Kegiatan yang dimaksud misalnya rekayasa genetika pada bibit tanaman, perkawinan silang, seleksi bibit unggul, dan cara pembentukan bibit unggul lainnya.

Generasi II (kedua) merupakan tahapan yang dimulai dari penyiapan bibit untuk dibudidayakan hingga masa panen. Pada generasi ini biasa mengarah pada hal-hal teknis mengenai cara budidaya yang baik seperti ternak maupun hasil bumi. Kegiatan yang dilakukan pada generasi ini seperti cara bertanam dan pemeliharaan yang baik, atau pedoman lain yang dapat disesuaikan misalnya cara khusus yang diperlukan untuk mendapat kualitas daging yang baik.

Generasi III (ketiga) merupakan tahapan yang dimulai dari pasca-panen yang biasanya mengarah pada pengolahan bahan mentah menjadi bahan jadi maupun setengah jadi. Kegiatan pada generasi ini misalnya produksi suatu produk makanan, produksi bahan tambahan pangan, pengiriman dan pemeliharaan produk.